beranilah menulis…apapun itu!

Heri Priyono*

mahasiswa ilmu pemerintahan undip 05

disusun guna menempuh ujian komprehensif dengan dosen penguji ibu nunik

Fenomena popularitas Partai Gerindra sebagai partai baru menjadi perhatian yang menarik menjelang pemilu 2009. Terang saja, sebagai partai baru pencapaian popularitas yang terus menanjak mengingatkan kita pada Partai Demokrat ketika pemilu 2004 yang sangat fenomenal. Hal ini setidaknya menjadi pembenar bahwa pemilu di Indonesia penuh ketidakpastian, dalam pengertian bahwa partai-partai yang sudah mapan belum tentu dapat dipastikan akan merajai dalam pemilu. Bahkan, beberapa pendapat yang mengatakan bahwa peluangnya masih 50-50, artinya bahwa tidak ada partai yang diunggulkan, semuanya memiliki peluang yang sama.

Apalagi menurut LSI (Lembaga Survei Indonesia) banyaknya jumlah pemilih mengambang (swing voter) yang mencapai 33%[1], atau berdasarkan data LSN (Lembaga Survei Nasional), mayoritas calon pemilih prosentasenya mencapai 85 % baik swing voter positif (memilih) maupun negatif (tidak memilih/golput) dibandingkan mereka yang merupakan pemilih loyalis partai yang hanya 15 %.

Setidaknya berdasarkan beberapa lembaga survei, Partai Gerindra menduduki posisi teratas sebagai partai baru terpopuler, bahkan mengalahkan partai lama seperti PAN dan PPP, dan hanya dibawah Partai Demokrat, Golkar, PKS, PKB dan PDIP. Gayung pun bersambut, popularitas Prabowo Subianto menanjak, yang memang diusung oleh partai bergambar Kepala Garuda Emas dan bernomor 5 tersebut.

Hasil jajak pendapat LSN pada 20-27 September 2008 di 15 kota besar di Indonesia terhadap 400 responden, menempatkan Gerindra dan Hanura di peringkat teratas dari sepuluh partai baru peserta Pemilu 2009. Sebesar 65,4 persen mengaku mengenal Gerindra dan 51,9 persen mengenal Hanura, dibandingkan delapan partai baru lainnya[2].

Sementara itu LSI dalam jajak pendapatnya pada 8-20 September 2008 memunculkan Partai Gerindra diurutan ke enam, dibawah Golkar, PDIP, PD, PKS dan PKB mengenai partai yang dipilih bila pemilihan anggota DPR diadakan pada September 2008.

Sedangkan Reform Institute, pada 13-25 November mengeluarkan hasil survei tentang keterpilihan atau elektabilitas parpol. Lagi-lagi Partai Gerindra muncul di daftar urutan lima besar dengan raihan sebesar 6,56% yakni setelah Demokrat (26,36%) yang menempati tempat teratas, PDIP (17,80%), Golkar (14,16%), dan PKS (5,16%). Yang paling menonjol dicatat oleh Reform Institute, Partai Gerindra mengalami kemajuan tercepat, yang sebelumnya survei pada Juni-Juli masih berada diurutan ke-28 (0,08%), melejit menjadi 6,56% pada bulan November 2008[3].

Selain itu selaras dengan partai yang mengusungnya, Prabowo Subianto menyodok dalam jajaran capres papan atas, sejajar dengan yang lebih dulu populer, sebut saja seperti SBY, Megawati, Jusuf Kalla dan Sri Sultan Hamengkubuwono.

Berdasarkan hasil survei yang dilansir oleh lembaga survei Indonesian Political Marketing Research (IPRM), menyebutkan bahwa Ketua Dewan Penasihat Partai Gerindra Prabowo Subianto (45,3%) menduduki posisi kedua dibawah SBY yang tetap menduduki posisi teratas (62,8%) yang pantas sebagai calon presiden, sementara Megawati menduduki posisi ketiga (37,7%) yang diikuti oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X yang mendapat 28,9 persen, Soetrisno Bachir 20,9 persen, Amien Rais 20,1 persen, Wiranto 20,1 persen, Jusuf Kalla 16 persen, Hidayat Nur Wahid 14,4 persen dan Abdurrahman Wahid 11,8 persen.

Pada Survei LSN 20-27 September 2008 menyebutkan bila pilpres dilakukan hari ini, Prabowo memperoleh 14,2 persen dibawah SBY (30 persen) dan Megawati (15,3 persen), kemudian diikuti oleh Hidayat Nur Wahid (4,8 persen), Yusril Ihza Mahendra (4,3 persen), Amin Rais (2 persen), dan Wiranto (1,5 persen).

Indikasi ini semakin menguatkan kita bahwa ada benarnya pendapat para ahli bahwa pemilu di Indonesia susah ditebak, penuh ketidakpastian dan cenderung tak terduga, setidaknya jika dilihat dari perkembangan sementara ini. Prediksi ini bisa saja salah dan bisa juga benar karena situasi yang tak pasti itu tadi. Pemilu 2004 telah memberikan pembelajaran kepada kita, bagaimana SBY dan Partai Demokrat sebagai partai baru berhasil menang dalam pilpres, demikian juga saat ini kita terhenyak pula dengan fenomena partai baru yang semakin tak asing di telinga kita yakni Partai Gerindra.

Mungkinkah Prabowo dan Partai Gerindra sebagai next SBY dan Demokrat dalam pemilu 2009?, satu pertanyaan yang cukup realistis bisa terjadi jika melihat fakta-fakta pupolaritas tersebut, meskipun sekali lagi tidak bisa dipastikan. Hanya dalam konteks tersebut Demokrat dan Gerindra berada dalam situasi yang berbeda. Popularitas demokrat terdongkrak karena figur SBY sebagai pendirinya setelah di ”zalimi” oleh Megawati cs sehingga diasosiasikan sebagai figur yang teraniaya dan kemudian mengundang banyak simpati dan empati publik. Sedangkan Gerindra nampaknya semakin populer karena murni strategi komunikasi yang dijalankannya selama ini. Keberadaan figur Prabowo, memang turut meningkatkan popularitas Partai Gerindra, namun kontribusinya diyakini sangat kecil, malah justru berpotensi sebaliknya yakni dapat menurunkan popularitas partai (popularitas negatif), mengingat beliau adalah eks menantu Cendana, namun kenyataannya popularitas Gerindra tetap menanjak.

Lalu, gerangan apa yang menyebabkan meningkatnya popularitas Partai Gerindra, strategi apa yang dijalankan, dan bagaimana peluang dalam pemilu 2009 mendatang baik pileg (pemilihan legislatif) maupun pilpres (pemilihan presiden)? Pemahaman mengenai hal ini akan sedikit ”menyibak tabir” dibalik fenomena popularitas Partai Gerindra yang sedikit banyak menjadi ancaman dan ”shock terapi” bagi partai-partai lainnya.

PEMBAHASAN

Tak bisa dipungkiri bahwa Popularitas Partai Gerindra yang begitu fenomenal, menandakan bahwa strategi komunikasi yang dijalankannya begitu jitu dan tepat sasaran, terlepas dari apakah itu hanya janji omong kosong belaka, yang jelas pada kenyataannya masyarakat tertarik dan hanya waktu yang akan membuktikannya. Setidaknya ada beberapa faktor yang membuat Partai Gerindra menjadi seperti sekarang, dimana faktor tersebut dapat dikategorikan menjadi dua yakni ”strategi udara” dan ”strategi darat”.

Strategi udara lebih menonjolkan pada penggunaan media massa dalam komunikasi politiknya seperti iklan politik, public relations dll. Sedangkan strategi darat lebih kepada aspek interaksi langsung kepada masyarakat, seperti door to door campaign, tatap muka atau sosialisasi langsung. Nampaknya faktor yang paling berpengaruh dari pencapaian popularitas partai yang dideklarasikan pada tanggal 12 Febrruari 2008 itu adalah strategi udaranya. Setidaknya jika kita amati dari intensitas iklan-iklan politik Partai Gerindra di berbagai media massa seperti TV, Radio, Koran dan Internet.

A. Iklan Politik

Iklan-iklan politik yang kerap muncul di TV ditengarai sebagai faktor terbesar dalam raihan popularitas Partai Gerindra, hal ini karena jangkauan TV yang begitu luas sampai ke pelosok nusantara, tak heran bila banyak kalangan yang dengan cepat mengenal partai yang mengusung ideologi ekonomi kerakyatan tersebut. Hal ini sekaligus menandakan bahwa Partai Gerindra lebih mengandalkan kekuatan media elektronik, khususnya televisi sebagai instrumen mengenalkan diri. Berdasarkan survei LSI, Televisi menempati urutan pertama yang paling efektif membentuk memori publik terhadap iklan politik ketimbang media lain, seperti surat kabar, radio dan internet, dimana dalam hal ini Gerindra menduduki posisi teratas sebagai iklan politik di TV yang paling diingat oleh khalayak yakni sebesar 51% mengalahkan Demokrat (42%), Golkar (31%) dan PDIP (27%). Bandingkan dengan iklan Partai Gerindra di radio (4%) dan surat kabar (9%) yang sama-sama berada diurutan empat.

Namun, demikian bahwa iklan-iklan politik yang ditampilkan Partai Gerindra bukanlah iklan ”kacangan”. Banyak partai lain yang melakukan strategi yang sama namun, tidak kemudian naik popularitasnya, atau naik tapi tidak sesignifikan Partai Gerindra, ini artinya bahwa Partai Gerindra mampu menampilkan sesuatu yang beda (positioning) dibanding iklan-iklan politik lainnya.

Pakar komunikasi politik Universitas Indonesia Effendy Ghazali menilai iklan partai Gerindra sebagai iklan politik terbaik. Menurutnya, partai ini berhasil menggunakan pendekatan personal dalam strategi iklan. Iklan politik Gerindra mampu menyentuh sasarannya, misalnya pedagang, petani, atau nelayan[4]. Hal ini tentu sangat berbeda dengan mayoritas iklan partai politik di Indonesia yang umumnya masih bersifat naratif atau menggunakan pendekatan perkenalan nomor partai dan ikon partai. Seperti, iklan yang dilakukan Partai Demokrat dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Kebanyakan iklan, tersebut hanya berbicara di level ikonik saja.

Hasilnya pun terlihat bahwa berdasarkan Lembaga Survei Indonesian Research and Development Institute (IRDI) pada bulan Oktober 2008 menyebutkan Gerindra dan Prabowo Subianto (53,8%) menduduki peringkat kedua sebagai iklan yang dipandang baik oleh Responden dibawah partai Demokrat dan SBY (53,9%), diikuti Golkar dan JK (43,8%), Sutrisno Bachir (41,5%), dan Rizal Mallarangeng (33,7%)[5].

Iklan Partai Gerindra juga mampu menciptakan awareness publik (pengenalan) dengan memunculkan pesan-pesan simpatik mewakili masyarakat petani, nelayan, dan pedagang pasar tradisional, dan mampu menyentuh masyarakat misalnya mengangkat issue soal krisis pangan dan energi, serta masalah martabat bangsa. Menurut hasil Survei LSI periode November 2008 menunjukkan, tingkat awareness publik terhadap iklan Gerindra (62 persen) lebih tinggi dibandingkan PD (61 persen). Hal ini mengindikasikan bahwa Partai Gerindra juga mampu menyerap dari apa yang menjadi kebutuhan masyarakat, dengan kata lain iklan tersebut tepat sasaran dan lebih mengena.

Selain itu pemilihan kata atau narasi dinilai juga tidak sembarangan. Kekuatan narasi juga amat menentukan daya dobrak sebuah iklan politik. Inilah yang kemudian tampilan iklan-iklan Partai Gerindra menjadi lebih mantap dan berwibawa, serta didukung pula tampilan visual yang memuakau. Maka tak heran bila aspek emosional begitu mengena dalam iklan tersebut. Peter Bynum (1992)[6], konsultan politik dari Partai Demokrat di AS, mengatakan, iklan politik yang bernarasi dengan emosionalitas lebih menarik ketimbang fakta yang disajikan secara gamblang.

Dalam iklan politik dikenal ada dua bentuk iklan yakni iklan positif dan iklan negaif. Iklan positif lebih cendrung menampilkan pesan optimistis, harapan-harapan akan masa depan ketimbang membicarakan kelemahan-kelemahan lawan atau rasa pesimistik (iklan negatif). Dalam hal ini sebanyak 69% responden memandang tidak baik terhadap iklan yang menonjolkan kelemahan tokoh dan partai lain, 50,1% memandang tidak baik iklan yang menonjolkan tokoh dan partai sendiri, dan 44,3% memandang tidak baik politik yang menggunakan orang miskin.

Partai Gerindra dalam konteks ini lebih mengedepankan iklan positif yang terbukti lebih manjur dalam meningkatkan popularitas. Berdasarkan hasil survei LSI Partai Gerindra dalam hal ini memperoleh lonjakan elektabilitas dari 1 persen pada Juni 2008 menjadi 4 persen pada Desember 2008. Slogan kemandirian, swasembada, penguatan sektor pertanian diyakini menjadi isu populer yang menjadi persoalan mayoritas penduduk Indonesia, dan hal inilah yang kemudian menjadi isu menarik yang diangkat oleh Gerindra ketimbang Isu-isu seperti kemiskinan, sembako murah, dan BBM yang kemungkinan akan menjadi ”bumerang” (iklan negatif) bagi partai, mengingat fakta yang menunjukkan muskilnya hal itu dapat diatasi secara singkat ditengah situasi krisis global saat ini. Misalnya masalah kenaikan BBM yang ditayangkan media elektronik adalah salah satu contoh iklan negatif bagi pemerintah dan efeknya popularitas SBY jatuh dan berada dibawah Megawati pada bulan Juni 2008 lalu. Kini, dengan masih berlangsungnya krisis di dunia, yang juga berimbas di Indonesia, kemungkinan yang akan terjadi adalah PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) oleh beberapa perusahaan. Kalau kurang hati-hati masalah pengangguran ini bisa menjadi iklan negatif bagi SBY dan Partai Demokrat, karena merupakan salah satu fokus responden disamping sembako dan kemiskinan. Nampaknya Gerindra mengerti betul situasi seperti ini.

Kenyataan demikian, dimana semakin dominasinya Partai Gerindra dalam iklan politik di televisi menunjukkan bahwa aspek pendanaan partai tersebut sangatlah besar. Sebagai partai baru dalam konteks kelembagaan tentu sangatlah mengejutkan. Sebagaimana kita tahu beriklan di media elektronik sangatlah mahal, lebih-lebih pada televisi yang ukurannya tidak lagi jutaan, tapi milyaran. Bisa dibayangkan berapa biaya yang dikeluarkan oleh Gerindra dengan durasi iklan-iklan politiknya, tidak hanya satu media televisi tapi hampir seluruh media televisi di tanah air sering menayangkannya, belum lagi jam tayang yang dipilih pun relatif strategis atau prime time, tentu akan lebih tinggi tarif yang dikenakan.

Berdasarkan Data AC Nielsen[7], Juli-Oktober 2008, Gerindra mengeluarkan dana sekitar Rp 8 miliar setiap bulan untuk membayar iklan politiknya, hanya lebih sedikit dari Demokrat yang sekitar Rp 8,5 miliar untuk rentang waktu yang sama. Kemudian berdasarkan data yang dirilis oleh KPU baru-baru ini menempatkan Gerindra pada posisi teratas dengan saldo awal dana kampanye sebesar kurang lebih 15 milyar, atau dua kali lipat dari Demokrat yang sebesar 7 milyaran.

Sepuluh Besar Saldo Dana Awal Kampanye[8]

No

Nama Parpol

Saldo Awal (Rp)

1

Gerindra

15.675.000.000

2

Demokrat

7.027.000.000

3

PKS

5.239.070.008

4

Hanura

5.002.000.000

5

PPP

1.634.033.823

6

PKB

1.543.141.000

7

PDIP

1.001.167.136

8

Barnas

1.000.000.000

9

Patriot

1.000.000.000

10

PAN

734.740.000

Posisi saldo awal tersebut memang tidak cukup mengherankan jika dilihat dari fakta sosok sang capres dan jaringan bisnisnya. Jaringan bisnis
Prabowo Subianto tergabung dalam Nusantara Group yang bergerak dibidang kelapa sawit, perikanan, pertanian, bubur kertas, minyak, pertambangan serta bisnis minyak di Kazakhstan. Selain itu didukung juga adiknya yang pengusaha besar dan network yang dibangunnya adalah jaringan petani dan nelayan (HKTI), pedagang pasar tradisional, IPSI, jalur koperasi Swadesi, Universitas Kebangsaan dan jaring keluarga besar alumni Mahasiswa Supersemar. Maka tak heran bila Gerindra menjelma menjadi kekuatan baru dengan dominasinya dalam berbagai iklan politik.

B. Struktur Keorganisasian dan ”Serangan Darat”

Tak hanya mengandalkan media elektronik sebagai strategi untuk mengenalkan dan mempengaruhi pemilih, namun Partai Gerindra juga membuktikan diri keseriusannya dalam menata struktur organisasi. Terbukti hanya dalam waktu yang relatif singkat, Partai Gerindra mampu membangun 33 DPP yang tersebar di seluruh provinsi dan DPC hampir di semua kabupaten. Hal ini dari sisi kaca mata mesin politik, tentunya akan sangat menunjang dari popularitas yang sudah dibentuk. Dengan kata lain bahwa popularitas akan semakin terdongkrak dengan keberadaan DPP dan DPC tersebut, lebih-lebih akan menjadi ujung tombak dalam merangkul pemilih.

Keseriusan tersebut semakin nyata dengan sangat rapih, teratur dan tersistematisasinya struktur kepengurusan dan database. Sesuatu yang sangat berbeda antara Partai Gerindra dengan partai lainnya, dimana alamat dan nomor telepon kepengurusan dari pusat sampai DPC dipublikasikan kepada masyarakat, yakni melalui internet, tepatnya di situs Partaigerindra.or.id. Didukung pula bahwa seluruh anggota Partai Gerindra memiliki kartu anggota dan seluruhnya juga diasuransikan. Lagi-lagi ini sesuatu inovasi baru dari sebuah partai baru yang jumlah anggotanya telah mencapai 5 juta orang di seluruh Indonesia tersebut.

Dengan keberadaan infrastrukur yang memadai, nampaknya strategi keberlanjutan yang kemudian digalakkan adalah ”serangan darat” yakni lebih mengoptimalkan peran caleg-caleg sebagai ujung tombak di lapangan melalui tatap muka dan sosialisasi langsung. Strategi door-to-door campaign adalah salah satu strategi yang akan dipakai[9]. Sebagai contoh misalnya salah satu DPP Partai Gerindra Jawa Barat, sebagaimana menindaklanjuti kebijakan nasional partai, telah mewajibkan para calegnya untuk bertatap muka setidaknya dengan 20.000 calon pemilih hingga pelaksanaan Pemilu 2009 mendatang[10], ketimbang lebih pada penggunaan alat peraga sebagai strategi, seperti pemasangan baliho, spanduk, dan atribut publikasi visual lainnya di tempat-tempat terbuka, yang memang hal itu sengaja diminimalisasikan.

C. Peluang dalam Pemilu 2009

Dengan banyaknya jumlah pemilih mengambang, menjadikan partai-partai dengan popularitas yang baik, tak terkecuali Gerindra menjadi ancaman bagi partai lain untuk merebut pemilih non partisan. Pada survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Nasional pada bulan November 2008 menyebutkan bahwa Partai Gerindra berhasil memikat swing voter 3,7 % dibawah Demokrat yang mendapat 9,6 %.

Sedangkan hasil survei LSI awal November 2008 menyebutkan bahwa pemilih mengambang mencapai 33%, terdiri 22% swing voter negatif dan 11% positif. Artinya 22% golput, tidak akan menggunakan hak pilihnya. Swing voter negatif memukul partai Golkar (rata-rata 5%), PDIP(-3%), PKB(-5%), PPP(-4%), PAN (-3%), PKS (-2%). Kecenderungan swing voter positif hanya terjadi pada Partai Demokrat (7%) dan Gerindra (4%).

Berdasarkan data diatas mengindikasikan bahwa Partai Gerindra memiliki peluang yang relatif besar dalam percaturan pemilu mendatang dan target 20% suara dalam pemilu 2009 nampaknya juga realistis meski berat, mengingat Partai Gerindra adalah partai baru. Meskipun peluang tersebut dalam realitas nantinya terbukti atau tidak? Hanya pemilih yang menentukan. Dan acapkali hasil survei tidaklah selalu sama dengan realitas dan sering juga meleset.

Memang, sebuah popularitas tidak serta merta dapat menentukan kemenangan dalam pemilu. Popularitas yang semakin tinggi menandakan bahwa semakin dikenalnya oleh publik, partai yang bersangkutan. Namun perlu diketahui bahwa dalam proses pengambilan keputusan, pemilih setidaknya melewati lima tahapan yakni pengenalan (awareness), ketertarikan (interest), minat (desire), keyakinan (conviction) dan kemudian barulah tindakan (action)[11].

Dalam hal ini popularitas hanya dikategorikan dalam tahapan awal saja atau masih dalam tataran pengenalan. Meski tahapan awal, partai Gerindra sudah melakukan langkah yang tepat. Iklan yang diusungnya pun tergolong mampu menyampaikan pesan dengan baik dan relatif diterima. Karena bisa saja sebuah pesan yang tidak masuk akal dan tidak menarik, ditolak oleh audience, malah bisa-bisa menjadi bumerang bagi partai yang bersangkutan.

Keputusan memilih merupakan hasil dari olahan berbagai informasi yang ada dalam benak pemilih. Mereka yakin bertindak manakala memiliki informasi yang cukup. Menurut Anthony Downs (1957)[12], penggagas rational choice theory, menyatakan bahwa pilihan politik masyarakat tak selalu ditentukan banyaknya informasi yang mereka miliki tentang kandidat, tetapi juga dipengaruhi kapasitas masyarakat untuk mengolah informasi itu (contextual knowledge). Mayoritas masyarakat Indonesia sendiri belum memiliki contextual knowledge yang baik tentang politik. Alhasil, informasi politik yang gamblang belum tentu bisa dicerna oleh publik.

Oleh sebab itu masih perlunya Partai Gerindra untuk melakukan strategi-strategi lanjutan guna menumbuhkan kepercayaan pemilih. Keyakinan tumbuh karena adanya serangkaian tindakan-tindakan dari kandidat atau partai yang berelasi dengan keberadaan pemilih. Dengan suksesnya strategi udara dan kemudian disusul strategi daratnya, kesesuaian tindakan dengan keberadaan informasi yang diperoleh publik, merupakan kunci untuk semakin meningkatkan peluang dalam memenangkan pemilu.

Namun dikhawatirkan, fenomena melejitnya popularitas Partai Gerindra tanpa adanya strategi pembangunan institusi yang kuat, akan menjadi fenomena  bubble politics yang tidak bertahan lama. Sesuatu yang besar dan mengembang di udara secara cepat tapi keropos di dalamnya dan gampang meletus. Semoga saja ini tidak terjadi sebagaiman keberadaaan DPP dan DPC yang hampir menyeluruh di seantero tanah air.

KESIMPULAN

Popularitas Partai Gerindra yang fenomenal lebih disebabkan oleh strategi udaranya yakni melalui iklan politik di televisi, selain pula ditunjang dengan strategi darat yang telah dipersiapkan oleh Gerindra dengan mewajibkan para caleg-calegnya untuk bertatap muka dengan minimal 20 ribu calon pemilih.

Iklan Partai Gerindra mampu memikat khalayak dan berhasil sebagai instrumen memperkenalkan partai. Selain itu iklan partai Gerindra juga dinilai berkelas karena mampu menyentuh sasaran dan menjadi perhatian publik yakni mampu mengangkat isu yang sesuai dengan kondisi dan situasi saat ini. Inilah yang menjadikan iklan Partai Gerindra diyakini sebagai iklan terbaik, ditengah-tengah kebanyakan iklan politik lain yang lebih menonjolkan sifat naratif dan sisi ikonik saja, seperti nomor atau nama partai.

Dengan capaian popularitas tersebut berimplikasi pada peluang mereka dalam persaingan memperebutkan kursi kekuasaan baik legislatif maupun eksekutif. Namun, bahwa popularitas bukan serta merta akan memuluskan langkah Gerindra untuk memenangkan persaingan, ditengah-tengah situasi pemilu di Indonesia yang penuh ketidakpastian dan susah ditebak. Apalagi popularitas hanya didasarkan pada hasil survei yang kerap kali meleset dan tidak sesuai dengan realitas. Sehingga perlu adanya strategi lanjutan dengan ektra kerja keras dan cerdas untuk lebih meningkatkan level popularitas yang masih dalam tataran pengenalan ke level kepercayaan untuk menggerakkan pemilih.

DAFTAR PUSTAKA

A Putra, Putu Nova. 1 Caleg Gerindra “Garap” 20.000 Pemilih. http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/191026/, diakses pada tanggal 14 Maret 2009 jam 8.20 wib.

Bay/Tof.”Identitas Penyumbang Kampanye Masih Kabur”. Jawa Pos, Selasa 10 maret 2009 hal.2

Faisal, Muhammad. ”Ronde final iklan politik”

http://jurnalkomunikasi.com/?p=, diakses pada tanggal 7 maret jam 7.12 wib

Gerindra dan Hanura Partai Baru Terpopuler http://www.pprn.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=156:gerindra-dan-hanura-partai-baru-terpopuler&catid=37:kliping-media&Itemid=67,diakses pada tanggal 8 Maret 2009 jam 8.31 wib

Iklan Politik Gerindra Terbaik

http://politik.vivanews.com/news/read/5758-iklan_politik_gerindra_terbaik diakses pada tanggal 7 Maret 2009 jam 7.19 wib.

Kadir, Zohiri. ”Gerindra Partai Baru yang Fenomenal”
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=28&dn=20081113165310, dikases pada tanggal 15 Maret 2009 jam 8.20 wib.

Ramelan, Prayitno.” Prabowo Yang Semakin Bersinar

http://prayitnoramelan.kompasiana.com/category/partai-gerindra/, diakses pada tanggal 7 maret2009,jam 7.32 wib.

———-. “SBY, Prabowo, Mega dan Peta Politikhttp://prayitnoramelan.kompasiana.com/category/partai-gerindra/, diakses pada tanggal 7 maret2009,jam 7.32 wib.

Widodo, Suko.”Iklan yang Membangun Keyakinan Pemilih”.Kolom Opini.Jawa Pos, Jumat, 27 Februari 2009. hal.6


[4]Iklan Politik Gerindra Terbaik

http://politik.vivanews.com/news/read/5758-iklan_politik_gerindra_terbaik, , diakses pada tanggal 7 Maret 2009 jam 7.19 wib.

[6] Dalam Muhammad Faisal Ronde final iklan politik”

http://jurnalkomunikasi.com/?p=, diakses pada tanggal 7 maret jam 7.12 wib.

[7]Muhammad Faisal ”Ronde final iklan politik” http://jurnalkomunikasi.com/?p= diakses pada tanggal 14 Maret 2009 jam 7.12 wib.

[8] Bay/Tof.”Identitas Penyumbang Kampanye Masih Kabur”. Jawa Pos, Selasa 10 maret 2009 hal.2

[11] Suko Widodo.”Iklan yang Membangun Keyakinan Pemilih”.Kolom Opini.Jawa Pos, Jumat, 27 Februari 2009. hal.6

[12] Dalam Muhammad Faisal ”Ronde Final Iklan Politik” http://jurnalkomunikasi.com/?p= diakses pada tanggal 15 Maret 2009 jam 7.12 wib.

Tinggalkan komentar